Warren Edward Buffett dikenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia melalui kecerdikannya berinvestasi. Apa saja yang dilakukannya untuk menggandakan kekayaan tersebut?
Pengajar investasi dan Ketua Departemen Keuangan di Prasetya Mulia Business School Lukas Setia Atmaja menjelaskan, Warren Buffett bisa dijadikan contoh khususnya bagi masyarakat yang ingin berinvestasi. "Dia selalu bisa menggandakan uangnya dengan cara membeli saham yang bagus, tapi murah. Lalu saham tersebut dibiarkannya bertahun-tahun," ungkap Lukas saat peluncuran buku "Just Duitto" di acara Indonesia Financial Expo and Forum di Jakarta Convention Center, Minggu (7/10/2012).
Menurut Lukas, masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar saham juga harus memperhatikan kriteria-kriterianya. Ada lima kriteria sebelum seseorang bisa memutuskan untuk membeli saham yang bagus tersebut.
Pertama, perusahaan tersebut memiliki manajemen yang bagus baik dalam bisnis maupun kinerjanya. Kedua, sektor bisnis dari perusahaan tersebut cukup cemerlang misalnya sektor batubara, kelapa sawit dan sebagainya. Ketiga, perusahaan tersebut mampu untung besar. Keempat, perusahaan tersebut terus tumbuh, setiap tahun ekspansi bisnis. Kelima, valuasi harga sahamnya wajar.
"Jika perusahaan tersebut memiliki lima kriteria itu, maka segera beli sahamnya. Asal harganya wajar," katanya.
Selain itu, Lukas juga mengutip delapan prinsip investasi ala Warren BUffett. Melalui prinsip tersebut, masyarakat bisa mengetahui cara orang terkaya di dunia itu mengelola uangnya. Berikut delapan prinsip investasi ala Warren Buffett:
1. Investasi segera, jangan spekulasi sebelum memulai investasi, pastikan kita menganalisis produk investasi apa saja yang memberikan imbal hasil (yield) yang baik. Di sini, jangan tergoda dengan yield yang signifikan, misalnya tergoda yield 200 persen per tahun. Namun yang penting adalah uang kita aman, bukannya menyusut.
2. Investasi tidak perlu banyak. Seorang Warren Buffett hanya memiliki portofolio sekitar 30 jenis saham hingga saat ini. Namun dia menjadi salah satu orang terkaya di dunia, bahkan pernah menjadi nomor satu menurut majalah Forbes pada 2010.
3. Bukan beli sahamnya tapi bisnisnya. Meski kita membeli saham pada sebuah perusahaan, bukan berarti kita punya saham di situ saja. Namun itu berarti bahwa kita menjadi salah satu pemilik dari perusahaan yang sahamnya kita beli itu, bahkan meski hanya membeli 1 lot saham (500 lembar saham) saja.
4. Jangan utang untuk beli saham. Jangan membeli saham memakai uang panas. Studi membuktikan bahwa orang yang suka berutang untuk membeli saham, cenderung sebagai spekulan. Sehingga dia akan selalu tergoda untuk menjual saham ketika naik sedikit untuk mendapatkan untung. Padahal investor seperti Warren Buffett merupakan investor jangka panjang. Lebih baik membeli satu lot saham, namun itu secara terus menerus dan bisa dibeli dengan uang sendiri. Khususnya dengan seiring kenaikan pendapatan kita maka investasi untuk membeli saham juga harus ditingkatkan.
Sebagai contoh, investasi di saham akan memberikan yield hingga 30-40 persen dalam kurun 5 tahun terakhir. Padahal investasi di produk lain justru hanya memberikan yield di bawah itu.
5. Alokasikan uang secara efisien. Jika Anda memiliki saham yang kurang berprospek bagus, maka segera jual saham tersebut dan investasikan ke saham lain yang lebih menguntungkan.
6. Berpikirlah independen. Meski Warren Buffett menjadi salah satu orang terkaya dunia, tapi gaya hidupnya justru sederhana. Hingga umurnya mencapai 82 tahun kini, dia tetap tinggal di Omaha, Nebraska, sekitar 1.800 km dari New York. Apa alasannya?
Dia ingin jauh dari prediksi analis, khususnya yang bisa menjatuhkan saham yang dimilikinya. Dia selalu percaya diri terhadap saham yang telah dibeli, meski analis memprediksi saham tersebut akan anjlok. Rumahnya pun juga sederhana di Omaha. Bahkan istrinya sampai tidak betah hidup dengan Buffett (karena dianggap terlalu sederhana, meski dia kaya raya) dan pindah ke San Fransisco. Makanannya pun cuma sekadar junk food dan minuman Cola-cola. Kebetulan dia memfavoritkan saham Cola-cola yang juga dibelinya sehingga dia setiap hari minum minuman bersoda itu.
7. Terbuka. Warren Buffett memiliki pikiran terbuka khususnya dalam menerima pandangan orang lain. Namun ini bukan terkait prediksi saham yang telah dibelinya. Pandangan terbuka ini dilakukan saat Warren Buffet tidak mau membeli saham-saham perusahaan IT (information technology). Baginya, saham itu tidak menguntungkan. Dia juga pernah menolak untuk membeli saham Facebook karena ternyata sampai sekarang sahamnya juga terus terpuruk. Dia juga tidak mau membeli perusahaan dotcom seperti Google, Yahoo dan sebagainya. Meski saham tersebut naik turun, portofolio investasinya selamat karena tidak ada satu sahampun dari jenis perusahaan IT.
Saat krisis lalu, saham dotcom ini anjlok signifikan. Namun ternyata, Buffett pun mempertimbangkan untuk membeli saham IBM (perusahaan komputer di Amerika Serikat). Padahal dia dulu benci sekali dengan saham perusahaan IT.
8. Berbagi. Ini yang paling sulit ditiru. Buffett dianggap sebagai salah satu orang terkaya. Namun dia juga terus mendermakan kekayaannya ke pihak lain. Contohnya dia baru saja mendermakan 31 miliar dollar AS ke yayasan milik Bill Gates. Anaknya justru hanya diberikan satu portofolio saham yang dimilikinya. Anehnya, jumlah kekayaan yang dibagikan ke orang lain itu melebihi jumlah kekayaan yang dibagikan ke anak cucunya.
"Lantas apa guna dia mengumpulkan banyak saham, kaya raya lalu memberikannya ke orang lain yang membutuhkan? Ya itu memang hobinya. Baginya, uang bukan segala-galanya. Intinya jangan serakah dalam berinvestasi. Jadilah investor jangka panjang dan nikmatilah imbal hasil saham itu secukupnya. Sisanya berikan ke orang lain yang membutuhkan," kata Lukas.
Prinsip-prinsip ala Warren Buffett tersebut bisa diketahui secara mendalam dalam buku "Just Duitto" yang ditulis oleh Lukas Setia Atmaja dan kartunis Thomdean. Buku tersebut diterbitkan oleh Kontan Publishing (Kelompok Kompas Gramedia) yang mengupas investasi secara gampang dan ringan dalam bentuk kartun.
"Ini menjadi buku alternatif, khususnya bagi masyarakat yang ingin berinvestasi namun malas membaca buku investasi yang cenderung berat," katanya.
[Kompas.com]